Ronny
Senin,
22 September 2008 08:00 WIB
12535
Dibaca
Tools
Box
Tiga
minggu sebelum meninggal, Ronny Patinasarany mengirim SMS kepada
saya. “Bung, saya sekarang berada di Jakarta. Kalau ada acara lagi,
saya siap membantu.” Pesan itu segera saya sampaikan kepada tim
produser Kick Andy. Tetapi, belum lagi kami bertemu, maut lebih cepat
menjemputnya. Ronny Patinasarany telah pergi untuk selama-lamanya.
Saya
mendengar kabar kepergian Bung Ronny ketika sedang dalam perjalanan
menuju Boston. Ada penyesalan yang dalam karena tidak bisa ikut
menghantarkannya justru pada saat-saat terakhir almarhum. Saya hanya
bisa menyaksikan prosesi pemakamannya melalui Metro TV Online di
laptop.
Sehari
sebelumnya, ketika Ronny masuk rumah sakit, Boy Noya memberi tahu
saya via SMS. Saya segera menghubungi teman-teman di RS Omni, tempat
Ronny dirawat. Kebetulan hubungan saya dengan para pimpinan rumah
sakit itu sangat baik. Teman-teman di RS Omni segera menyatakan
kesediaannya untuk membantu dan memberi perhatian khusus. Tetapi, apa
mau dikata, Tuhan berkehendak lain.
Perkenalan
saya secara pribadi dengan Ronny Patinasarany dan keluarganya, jujur
saja ,baru terjadi ketika dia dan keluarganya tampil di acara Kick
Andy. Bagi saya pribadi, itu pertemuan yang sangat mengesankan. Saya
segera bisa merasakan sedang berhadapan dengan seseorang yang
memiliki kepribadian luar biasa. Pembawaannya tenang, sederhana, dan
rendah hati. Tidak ada kesan dia adalah seorang bintang sepakbola
yang dikagumi dan dipuja-puja.
Dalam
kesempatan tampil di Kick Andy, Ronny mengungkapkan secara
blak-blakan apa yang terjadi pada kedua anaknya yang terjebak barang
jahanam yang bernama narkoba. Benny dan Yerry, anak Ronny, sejak
kecil -- tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya – sudah menggunakan
narkoba. Bermula dari tawaran “permen” dari penjaja makanan di
depan sekolah, akhirnya kedua anak tercinta terjerumus dalam dasar
sumur yang sangat dalam. Mereka terjebak.
Ronny,
yang baru belakangan mengetahui kondisi itu, awalnya sulit menerima
kenyataan tersebut. Dia tidak menyangka sebagai orangtua --yang sudah
berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarganya -- dia telah gagal.
Setidaknya gagal menjaga dua dari empat anaknya, agar tidak terjebak
narkoba.
Namun,
hidup harus terus berjalan. Tidak cukup dengan meratap dan saling
menyalahkan. Bersama sang istri, Stella, mereka bangkit. Bersama
membangun komitmen untuk menyelamatkan Benny dan Yerry. Untuk itu
Ronny melakukan sebuah langkah besar dalam hidupnya: Dia meninggalkan
semua kemuliaan dan kecintaannya pada sepakbola. “Ini keputusan
pahit dalam hidup saya. Tetapi, apalah artinya semua itu dibandingkan
keluarga?” ujar Ronny. Dia lalu memutuskan mencurahkan seluruh
hidup dan perhatiannya hanya untuk menyelamatkan kedua putranya itu.
Perjuangan
Ronny yang menggetarkan itu dia ceritakan di Kick Andy dan disaksikan
begitu banyak pemirsa Metro TV. Betapa dia harus menelan hinaan yang
diterima dari teman-teman sekolah Benny dan Jerry. Padahal selama ini
dia sudah terbiasa hidup dalam sanjungan dan pujaan sebagai “pahlawan
Sepakbola” Indonesia. Butuh keberanian untuk menceritakan “aib”
keluarga seperti itu, apalagi di sebuah acara televisi. “Saya hanya
ingin membagi pengalaman hidup saya ini, agar orangtua lain tidak
mengalami apa yang saya alami,” ujar Ronny.
Ronny
mengungkapkan semua pengalaman hidupnya. Termasuk bagaimana dia harus
menghadapi kenyataan melihat dengan mata kepala sendiri kedua
putranya menyuntikkan jarum jahanam itu ke lengan mereka. Tepat di
hadapannya. Juga bagaimana saat-saat melihat sang anak tercinta
meregang menahan penderitaan saat “sakaw”.
Batas
kesabaran manusia tentu ada batasnya. Batas itu hampir dilalui Ronny
ketika suatu saat dia sudah tidak tahan dan nyaris bertindak nekat
membunuh bandar narkoba yang menyuplai obat setan itu bagi kedua
putranya.
Saat
memandu Kick Andy dengan bintang tamu Ronny Patinasarany, hati saya
terombang-ambing. Terombang-ambing antara geram, haru, dan pedih.
Begitu beratnya beban yang harus dipikul Ronny dan istrinya. Sebagai
nakhoda, Ronny dituntut harus mampu menyelamatkan bahtera keluarganya
dari ancaman badai yang menghantam. Hanya orang-orang luar biasa yang
bisa melalui saat-saat seperti yang dialami Ronny.
Setelah
penampilannya di Kick Andy, beberapa kali, dalam berbagai kesempatan,
saya meminta Ronny untuk membagi pengalaman hidupnya itu. Saya ingin
agar sebanyak orang bisa mendengarkan kisah heroik ini. Kisah tentang
ketabahan, keteguhan hati anak manusia, dan cinta yang tanpa batas
dari seorang ayah pada anaknya. Kekuatan itulah yang membuat Ronny
berhasil menyelamatkan anaknya dan mengangkat mereka dari lembah
kegelapan. Ronny berhasil memenangkan perebutan cinta melawan bandar
narkoba.
Namun,
belakangan, karena kesehatannya, Ronny lebih sering berada di Cina
untuk pengobatan. Beberapa kali saya mengirimkan pesan melalui SMS
untuk memberi semangat padanya, yang saya dengar sedang berjuang
melawan penyakit kanker yang menyerang hatinya.
Karena
itu, ketika menerima SMS dari Ronny, yang mengatakan dia sedang di
Jakarta, saya merasa lega. Saya ingin mengajaknya untuk tampil di
acara Kick Andy off air, agar dia kembali berbagi cerita. Agar
semakin banyak orangtua yang menyadari arti kekuatan cinta dan
mengasihi anak-anak mereka yang telanjur terjebak narkoba. Bukan
sebaliknya melihat anak-anak korban narkoba itu sebagai aib dan
membuang mereka.
Karena
itu, kepergian Ronny Patinasarany bukan saja sebuah kehilangan bagi
bangsa Indonesia, tetapi juga kehilangan besar bagi para orangtua,
para keluarga, yang selama ini menjadikan Ronny sebagai simbol
perlawanan terhadap narkoba. Perlawanan melalui kekuatan cinta.
Kekuatan yang mampu menyelamatkan kedua anaknya. Selamat jalan Bung
Ronny.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar