Impian
Senin,
26 2007 12:00 WIB
4624
Dibaca
Tools
Box
Suatu
hari, ketika sedang terburu-buru, sepasang suami istri mencegat saya.
Sang suami menggendong seorang bocah perempuan berusia sekitar empat
tahun. Wajah sang suami tampak kusut. Istrinya, walau mencoba tenang,
tidak mampu menyembunyikan kegalauan hatinya.
Sang
suami menceritakan bahwa dia dan istrinya baru saja mendatangi kantor
KONI di kawasan Senayan Jakarta. Kedatangannya untuk bertemu pengurus
KONI karena dia membutuhkan bantuan. "Kakaknya sedang sakit dan
sekarang sedang dirawat di rumah sakit," ujar sang suami sembari
menunjuk bocah di gendongannya. "Kami kebingungan bagaimana
membayar rumah sakit nanti. Kami tadinya berharap bisa minta bantuan
pengurus KONI."
Saya
lupa namanya. Tapi sang suami mengaku dia atlet senam yang pernah
mempersembahkan sejumlah medali bagi Indonesia. Sepintas saya melihat
sang istri memegang beberap foto yg tampaknya foto sang suami ketika
meraih medali. Entah pada kejuaraan apa.
Mereka
mengaku juga sudah mendatangi Hotel Century di kawasan Senayan, yang
menjadi pusat penampunganl atlet-atlet, tapi tidak ada satu pun teman
atlet yang sanggup menolong. "Suami saya dulu jadi pahlawan bagi
negara. Tapi kini hidup kami terlunta-lunta," sang istri
bergumam lirih. "Kami sebenarnya malu, tapi bingung bagaimana
membayar rumah sakit nanti," dia menambahkan.
Menghadapi
situasi yang mendadak seperti itu, ketika saya sedang bergegas, maka
yang pertama terpikir adalah ini modus penipuan baru. Kalau Anda
tinggal di Jakarta, pikiran seperti ini sangat lumrah. Di Ibu Kota,
segala jenis penipuan dengan modus yang beraneka sering terjadi.
Saya
minta maaf karena harus segera berlalu dan meminta nomor telepon
mereka yang bisa saya hubungi. Juga alamat lengkap. Dengan wajah kuyu
mereka mengatakan tidak punya telepon. "Untuk makan saja susah,"
ujar sang suami. Sementara wajahnya tampak ragu-ragu ketika mencatat
alamat rumahnya. Dia seakan tidak yakin saya dapat menemukan alamat
mereka. Alamat yang memang sulit dilacak.
Karena
harus bergegas saya terpaksa meninggalkan mereka. Tetapi pertemuan
tadi tetap mengganggu ketenangan hati saya. Kalau ternyata suami
istri itu memang membutuhkan uang, dan anak mereka saat itu
betul-betul membutuhkan perawatan, alangkah teganya saya? Hati saya
terus gelisah.
Di
tempat pertemuan, saya tidak bisa tenang. Dorongan kuat membuat saya
akhirnya memutuskan kembali ke lokasi tadi untuk mencari suami istri
tersebut walau hanya dengan sejumlah uang yang ada di dompet.
Tapi
apa mau dikata, sepasang suami itu sudah tidak terlihat lagi. Mereka
sudah pergi. Dada saya terasa sesak. Saya menyesal tidak segera
mengambil keputusan saat itu juga. Ego saya ternyata mengalahkan
hati. Ego saya menahan hati saya untuk segera memberi bantuan. Ego
saya tidak rela ditipu.
Setelah
pergulatan bathin itu saya menyadari apalah artinya tertipu sejumlah
uang ketimbang sampai sekarang hati tidak bisa tenang. Saya terus
memikirkan betapa saat itu suami istri tersebut harus kebingungan dan
sedih memikirkan nasib anak mereka yang sedang dirawat di rumah
sakit.
Mungkin
karena beberapa kali Kick Andy menampilkan tayangan berupa bantuan
kepada sejumlah narasumber yang kami tampilkan, ada kesan saya
memiliki dana untuk filantropi, untuk membantu orang-orang yang
membutuhkan. Jujur saja saya tidak punya. Selama ini saya hanya
berusaha mencari donatur yang memiliki visi sama dengan topik-topik
yang diangkat di Kick Andy.
Karena
itu, saya bermimpi suatu hari kelak saya bisa mengumpulkan sejumlah
dana dari para donatur, dimana dana tersebut dapat saya gunakan untuk
membantu saudara-saudara kita yang membutuhkannya. Saya yakin di
tengah kondisi masyarakat yang cenderung individual belakangan ini,
masih banyak hati manusia yang mudah terketuk melihat penderitaan
sesama. Masih banyak orang yang tergerak untuk rasa kemanusiaan.
Saya
bermimpi suatu hari kelak Kick Andy dapat menjadi jembatan yang
mempertemukan dua kepentingan. Kepentingan orang-orang yang ingin
membantu -- tetapi kerap tidak tahu cara yang tepat -- dengan mereka
yang membutuhkan. Semoga Tuhan mengabulkan mimpi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar