Bismilahirrohmannirrohim

Semoga selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat

Kamis, 15 September 2011

Mereka Korban


Mereka Korban
Selasa, 03 Juli 2007 12:00 WIB
2165 Dibaca
Tools Box
Pernahkah melihat orang yang Anda cintai meregang nyawa di depan mata Anda? Bagaimana perasaan Anda? Seperti itulah yang saya rasakan. Mungkin menjadi lebih menyayat karena prosesnya lama dan menyakitkan . Apalagi yang sedang meregang nyawa seorang anak muda yang baru saja menginjak usia 20an.
Seharusnya perjalanan keponakan saya itu masih panjang. Lebih panjang dari saya. Tapi narkoba menghentikan langkahnya lebih awal. Dan saya tidak berdaya. Dia pergi dengan cara yang tidak selayaknya.
Ada perasaan sesak dalam hati. Apalagi adegan yang tidak bisa saya hapus dari ingatan itu juga disaksikan ayah, ibu dan adik-adiknya. Dalam kondisi sekarat, di balik alat bantu pernafasan, saya merasakan betapa tatapan matanya seakan hendak meminta tolong. Tapi saya tidak berdaya. Ayah dan ibunya pun tidak berdaya. Kedua adik perempuannya juga tidak berdaya. Sementara dokter sudah menyatakan tidak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya bisa pasrah melihat sakratul maut perlahan tapi pasti merampas nyawa keponakan saya dari raganya. Raga yang kurus dan tak berdaya akibat daya tahan tubuh yang melorot ke titik nadir.
Setelah peristiwa itu, keponakan saya yang lain, Heymard, yang juga terjerat dalam cengkeram barang-barang jahanam itu, mengirim sms kepada saya. "Om, aku sadar akan tiba giliranku mati dengan cara yang sama. Aku menyesal. Tapi semua sudah terlambat. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku pasrah."
Saya memcoba memberinya semangat untuk tidak menyerah. Termasuk mendorongnya masuk ke sebuah panti rehabilitasi di Jawa Tengah. Sebuah keputusan yang berat karena saya telah memisahkannya dari kedua orangtuanya dan dari lingkungan tempat dia tumbuh. Kedua lingkungan yang ternyata menjerumuskan dia ke dalam lubang gelap penuh ketidakpastian dan berujung kematian.
Ingatan saya kembali ke tahun-tahun sebelumnya. Tahun-tahun di mana saya menjaga Heymard ketika masih kanak-kanak, mengantarnya sekolah, memandikannya, menyuapinya dan mencintainya dengan sepenuh hati.
Namun setelah menikah dan berkeluarga, saya tidak dapat lagi mengikuti dengan seksama pertumbuhan mereka satu per satu. Belakangan baru saya tahu ternyata mereka tumbuh dalam situasi yang kurang mendukung. Baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar