Jembatan
Minggu,
16 Desember 2007 12:00 WIB
4323
Dibaca
Tools
Box
Jembatan
Saya baru pulang dari Rumah Sakit Siloam, Karawaci bukan karena sakit
tapi menjemput Ibu Jumiati. Hari ini dia diijinkan pulang setelah
sembilan hari dirawat secara intensif. Ada perasaan haru bercampur
bahagia ketika melihat Ibu Jumiati tampak ceria. Begitu juga wajah
cerah dan senyum di wajah Pak Mahmud, sang suami. Anda tentu masih
ingat Pak Mahmud, kepala sekolah yang mencari tambahan nafkah dengan
menjadi pemulung.
Kasus
Pak Mahmud menjadi perhatian banyak orang ketika kisahnya diangkat
dalam film dokumenter 'Kepala Sekolahku Pemulung'. Film ini menjadi
film dokumenter terbaik sekaligus menyabet penghargaan film favorit
dalam kompetisi film dokumenter Eagle Award yang diselenggarakan
Metro TV. Penonton yang menyaksikan kisah Pak Mahmud terpana dan
tidak percaya pada apa yang mereka lihat.
Bagaimana
mungkin seorang guru, yang merangkap kepala sekolah, mencari tambahan
uang dengan mengais-ngais sampah? Kick Andy kemudian memutuskan untuk
mengangkat kisah Pak Mahmud sebagai topik. Bersama seorang guru yang
mengajar di pelosok dusun di Muara Enim, Pak Mahmud menceritakan
perjalanan hidupnya. Termasuk suka duka menjadi guru yang pemulung.
Ketika
tampil di film 'Kepala Sekolahku Pemulung', terungkap bahwa istri Pak
Mahmud menderita tumor otak. Karena tidak sanggup membiayai operasi
di rumah sakit, mereka memilih 'pengobatan alternatif' yang relatif
murah. Waktu terus berjalan. Namun kondisi Ibu jumiati bukannya
semakin baik, tumor di otaknya kian membesar dan mulai merusak saraf
mata.
Ketika
tampil di Kick Andy, Ibu Jumiati sudah dalam kondisi nyaris tidak
bisa melihat. Selain nyeri di kepala yang semakin menjadi-jadi, Ibu
Jumiati terancam buta total. Tuhan maha besar. Pada saat rekaman di
studio, salah seorang pengurus Yayasan Otak Indonesia, juga hadir
menonton.
Begitu
melihat kondisi Ibu Jumiati, dia lalu mengirim sms. Isinya meminta
agar Ibu Jumiati segera diperiksa di rumah sakit. Jika tumor di otak
tersebut masih bisa dioperasi dan ada harapan sembuh, pihak yayasan
siap membantu. Saya sungguh terharu.
Selama
ini saya memang terlibat dalam aktivitas di Yayasan Otak Indonesia.
Kami sudah sering membantu orang-orang tidak mampu, terutama
anak-anak, yang mengalami masalah dengan otak. Saya tahu persis untuk
operasi semacam itu membutuhkan biaya yang besar. Karena itu yayasan
sangat selektif.
Pada
saat episode Kick Andy tentang kepala sekolah pemulung ini
ditayangkan di Metro TV, dr Eka, ahli bedah syaraf kenamaan, yang
juga pendiri Yayasan Otak Indonesia, mengirim SMS ke saya. Dia
meminta agar Ibu Jumiati bisa segera diperiksa. Dia juga menyatakan
kesiapannya, bersama tim dokter, untuk melakukan operasi jika
dibutuhkan.
Saya
sangat bersemangat. Tim Kick Andy segera membawa Ibu Jumiati ke RS
Siloam. Hasil pemeriksaan, tumor di otak Ibu Jumiati tidak ganas tapi
jika dibiarkan akan mengancam penglihatan ibu dua anak ini.
Maka
para dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Maka operasi
pun dilaksanakan. Hampir 12 jam tim dokter yang dipimpin langsung
oleh dokter Eka berusaha mengangkat tumor dari kepala Ibu Jumiati.
Menurut dokter Eka, operasi tersebut merupakan salah satu yang paling
sulit dan memakan waktu paling lama yang pernah dia tangani. Operasi
akhirnya berjalan lancar. Sukses.
Setelah
sembilan hari dirawat, Ibu Jumiati diperbolehkan pulang. Semua
bahagia. ibu Jumiati bahagia. Pak Mahmud ceria. Para dokter juga
sumringah. Saya terlebih lagi. Tidak pernah terbayang sebelumnya Kick
Andy bisa berperan sebagai jembatan bagi orang-orang yang membutuhkan
bantuan. Sebuah jembatan yang mempertemukan orang-orang yang terketuk
hatinya dan saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan.
Siapa
bilang masyarakat kita sudah 'tidak punya hati'. Sudah apatis dan
tidak perduli pada sesama? Pengalaman saya selama di Kick Andy
membuktikan sebaliknya. Hampir dalam setiap topik yang menampilkan
saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan, respon yang saya
terima sungguh mengharukan.
Ketika
kami membuka rekening untuk membantu para guru yang tampil di Kick
Andy, termasuk kepala sekolah pemulung, respon yang masuk sungguh tak
terduga. Bukan jumlah uang yang menjadi perhatian saya, tapi jumlah
orang yang terketuk hatinya yang membuat saya terharu. Berapapun
jumlah yang Anda berikan, kepedulian Anda memberikan harapan. Harapan
bahwa masih banyak di antara kita yang masih punya hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar