Mayor
Alfredo
Senin,
17 September 2007 12:00 WIB
2440
Dibaca
Tools
Box
Empat
hari setelah Mayor Alfredo tampil di Kick Andy, saya menerima telepon
dari pimpinan tertinggi sebuah lembaga pemerintah. Dia bertanya di
mana lokasi wawancara dengan tokoh pemberontak Timor Leste itu.
Informasi
itu dia butuhkan untuk menjawab pertanyaan pemerintah Timor Leste
yang merasa terganggu oleh wawancara tersebut. Jawaban itu menjadi
penting karena berkaitan dengan rencana kunjungan Presiden Ramos
Horta ke Jakarta.
Saya
minta maaf tidak bisa mengungkapkan karena sebelum wawancara sudah
ada perjanjian dengan Mayor Alfredo untuk tidak mengungkapkan lokasi
wawancara kepada siapa pun. Ini prasyarat dari Alfredo. Maklum,
nyawanya memang terancam. Pada saat itu -- dan sampai tulisan ini
saya buat -- Alfredo sedang diburu. Presiden (waktu itu) Xanana
Gusmao secara resmi memerintahkan penangkapan Alfredo, hidup atau
mati. Pasukan milter Timor Leste dan pasukan Australia yang ada di
sana lalu memburu mantan komandan polisi militer Timor Leste ini
sampa ke hutan-hutan. Dalam beberapa kali penggerebekan, Alfredo
berhasil lolos walau beberapa anak buahnya tewas.
Pemberontakan
Mayor Alfredo menimbukan pro dan kontra di kalangan masyarakat Timor
Leste. Bagi pendukungnya, Alfredo dianggap pahlawan yang
memperjuangkan keadilan berkaitan dengan kemelut di tubuh militer.
Sementara yang kontra -- kebanyakan para politisi -- menuding Alfredo
hanyalah seorang petualang.
Dalam
posisi sedang menjadi buronon itulah, pria yang mengingatkan kita
pada tokoh pemberontak militer Filipina Gringo Honasan ini tiba-tiba
muncul di Kick Andy. Maka tidak heran jika para petinggi di Timor
Leste kebakaran jenggot. Apalagi dalam wawancara itu Alfredo menuding
para pemimpin Timor Leste hendak membawa negeri itu menjadi komunis.
Sehari
setelah penayangan wawancara itu, saya dan tim Kick Andy mendapat
telepon dari berbagai pihak. Dari kedutaan Timor Leste di Jakarta,
dari Deplu kita, dari mereka yang mengaku orangnya Xanana dan
orangnya Ramos Horta, dari beberapa petinggi militer di Indonesia,
termasuk dari Badan Intelijen Nasional. Pertanyaannya sama: di mana
wawancara dilakukan, bagaimana prosesnya, dan apa tujuan wawancara
itu?
Pimpinan
dari lembaga pemerintah yang saya sebut di atas tadi bahkan memaksa
saya untuk mengungkapkan di mana wawancara tersebut berlangsung.
"Kalau itu di Timor Leste, berarti Anda sudah melawan hukum
karena masuk negara orang tanpa dokumen resmi. Nama Anda tidak pernah
tercantum sebagai pemohon visa," ujar sang pemimpin. "Kalau
wawancara itu di Indonesia, berarti Anda menyelundupkan orang asing
ke Indonesia secara ilegal," dia menegaskan. "Apa tujuan
wawancara itu?"
Singkatnya,
terjadi dialog (atau tepatnya adu argumentasi) antara saya dan dia.
Saya tetap bersikukuh tidak akan memberi tahu lokasi wawancara. Untuk
itu saya katakan sebaiknya kepada orang-orang di Timor Leste
dijelaskan kondisi di Indonesia sudah berubah. Pemerintah tidak lagi
bisa menekan pers dengan kekuasaan. Apalagi jika tidak menyangkut
kegiatan subversi.
Di
ujung pembicaraan, sang pemimpin meminta saya untuk menyetop tayangan
ulang Alfredo pada hari Minggu. Permintaan yang saya katakan sulit
dipenuhi. Pasalnya, promo wawancara itu sudah bergulir. Masyarakat
sudah tahu. Jika dihentkan tiba-tiba, maka saya harus mampu
menjelaskan mengapa tayangan itu dihentikan. 'Saya akan jujur
mengatakan karena lembaga Anda yang meminta,' ujar saya. Namun saya
ingatkan tindakan itu akan merusak citra kedua belah pihak.
Masyarakat akan marah jika mengetahui di era reformasi sekarang ini
masih ada lembaga yang menekan pers. Sementara kredibiltas Metro TV
sendiri akan rusak karena dinilai tidak lagi independen. Karena itu
saya memilih tetap menayangkan ulangan wawancara dengan Alfredo
tersebut.
Dari
Timor Leste, muncul dua reaksi. Mendukung dan mencela. Mereka yang
mencela bahkan menuduh Kick Andy dibayar mahal oleh Alfredo. Bahkan
reporter Metro TV yang biasa meliput ke Timor Leste diancam tidak
dijamin keselamatannya. Bagi yang mendukung, memuji keberanian Kick
Andy menayangkan suara hati sang pahlawan.
Semua
reaksi itu harus dihargai. Masing-masing pihak memiliki perspektif,
memiliki sudut pandang, dalam melihat persoalan ini. Pendukung Xanana
sangat menyesalkan tampilnya Mayor Alfredo di Kick Andy. Selama ini
mereka mengaku menyukai Kick Andy dan merasa Kick Andy adalah teman
karena pernah menayangkan wawancara dengan Xanana. Mereka puas atas
wawancara tersebut. Jadi sungguh sulit menerima ketika Kick Andy
memberi panggung bagi seorang Alfredo untuk tampil.
Apa
tujuan wawancara itu? Sekali lagi memang dibutuhkan pemahaman tentang
tugas jurnalistik. Semua pers saat itu dan sampai sekarang) memburu
Mayor Alfredo. Semua ingin mengungkapkan alasan Alfredo, perwira
militer yang memimpin kesatuan elite itu, melakukan pembelotan.
Masyarakat tentu ingin mengetahui duduk persoalannya, terutama
langsung dari sang pelaku sendiri.
Maka
ketika Mayor Afredo menghubungi saya untuk peluang wawancara, tentu
saya sambut antusias dan tanpa pretensi. Tidak ada agenda
macam-macam. Apalagi sampai ada tuduhan Kick Andy dibayar. Kalaupun
saya menolak mengungkapkan tempat wawancara, semata-mata karena
komitmen saya kepada Mayor Alfredo. Termasuk perjanjian untuk
menayangkan wawancara tersebut setelah dia dalam posisi aman di
tempat persembunyian.
Saya
sudah terbiasa menerima pujian dan celaan dalam memandu program Kick
Andy. Pro dan kontra saya terima sebagai dinamika. Orang-orang yang
dulu memuji saat saya mewawancarai Xanana, sebagian kini mencela Kick
Andy setelah Alfredo tampil. Padahal dulu saya harus menelan cercaan
ketika menghadirkan Xanana. Sebagian masyarakat Indonesia -- terutama
keluarga prajurit TNI yang tewas di Timor Timur waktu itu --
menganggap saya tidak sensitif pada perasaan keluarga pahlawan
Seroja. Mereka kecewa karena saya menampilkan tokoh pemberontak
Xanana yang menyebabkan banyak prajurit Indonesia kehilangan nyawa di
Timor Timur.
Sekali
lagi, semua itu saya terima dengan lapang dada. Tidak ada yang salah.
Semua benar karena melihat dari sudut pandang masing-masing. Kick
Andy hanya ingin menyajikan suatu peristiwa, suatu keadaan, dengan
cara yang tidak biasa dan tanpa pretensi. Karena itu, Kick Andy lebih
tepat ditonton dengan hati. Biarkan hati yang yang mencernanya. Sebab
hati biasanya lebih jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar