Bismilahirrohmannirrohim

Semoga selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat

Kamis, 15 September 2011

Mayor Alfredo


Mayor Alfredo
Senin, 17 September 2007 12:00 WIB
2440 Dibaca
Tools Box
Empat hari setelah Mayor Alfredo tampil di Kick Andy, saya menerima telepon dari pimpinan tertinggi sebuah lembaga pemerintah. Dia bertanya di mana lokasi wawancara dengan tokoh pemberontak Timor Leste itu.
Informasi itu dia butuhkan untuk menjawab pertanyaan pemerintah Timor Leste yang merasa terganggu oleh wawancara tersebut. Jawaban itu menjadi penting karena berkaitan dengan rencana kunjungan Presiden Ramos Horta ke Jakarta.
Saya minta maaf tidak bisa mengungkapkan karena sebelum wawancara sudah ada perjanjian dengan Mayor Alfredo untuk tidak mengungkapkan lokasi wawancara kepada siapa pun. Ini prasyarat dari Alfredo. Maklum, nyawanya memang terancam. Pada saat itu -- dan sampai tulisan ini saya buat -- Alfredo sedang diburu. Presiden (waktu itu) Xanana Gusmao secara resmi memerintahkan penangkapan Alfredo, hidup atau mati. Pasukan milter Timor Leste dan pasukan Australia yang ada di sana lalu memburu mantan komandan polisi militer Timor Leste ini sampa ke hutan-hutan. Dalam beberapa kali penggerebekan, Alfredo berhasil lolos walau beberapa anak buahnya tewas.
Pemberontakan Mayor Alfredo menimbukan pro dan kontra di kalangan masyarakat Timor Leste. Bagi pendukungnya, Alfredo dianggap pahlawan yang memperjuangkan keadilan berkaitan dengan kemelut di tubuh militer. Sementara yang kontra -- kebanyakan para politisi -- menuding Alfredo hanyalah seorang petualang.
Dalam posisi sedang menjadi buronon itulah, pria yang mengingatkan kita pada tokoh pemberontak militer Filipina Gringo Honasan ini tiba-tiba muncul di Kick Andy. Maka tidak heran jika para petinggi di Timor Leste kebakaran jenggot. Apalagi dalam wawancara itu Alfredo menuding para pemimpin Timor Leste hendak membawa negeri itu menjadi komunis.
Sehari setelah penayangan wawancara itu, saya dan tim Kick Andy mendapat telepon dari berbagai pihak. Dari kedutaan Timor Leste di Jakarta, dari Deplu kita, dari mereka yang mengaku orangnya Xanana dan orangnya Ramos Horta, dari beberapa petinggi militer di Indonesia, termasuk dari Badan Intelijen Nasional. Pertanyaannya sama: di mana wawancara dilakukan, bagaimana prosesnya, dan apa tujuan wawancara itu?
Pimpinan dari lembaga pemerintah yang saya sebut di atas tadi bahkan memaksa saya untuk mengungkapkan di mana wawancara tersebut berlangsung. "Kalau itu di Timor Leste, berarti Anda sudah melawan hukum karena masuk negara orang tanpa dokumen resmi. Nama Anda tidak pernah tercantum sebagai pemohon visa," ujar sang pemimpin. "Kalau wawancara itu di Indonesia, berarti Anda menyelundupkan orang asing ke Indonesia secara ilegal," dia menegaskan. "Apa tujuan wawancara itu?"
Singkatnya, terjadi dialog (atau tepatnya adu argumentasi) antara saya dan dia. Saya tetap bersikukuh tidak akan memberi tahu lokasi wawancara. Untuk itu saya katakan sebaiknya kepada orang-orang di Timor Leste dijelaskan kondisi di Indonesia sudah berubah. Pemerintah tidak lagi bisa menekan pers dengan kekuasaan. Apalagi jika tidak menyangkut kegiatan subversi.
Di ujung pembicaraan, sang pemimpin meminta saya untuk menyetop tayangan ulang Alfredo pada hari Minggu. Permintaan yang saya katakan sulit dipenuhi. Pasalnya, promo wawancara itu sudah bergulir. Masyarakat sudah tahu. Jika dihentkan tiba-tiba, maka saya harus mampu menjelaskan mengapa tayangan itu dihentikan. 'Saya akan jujur mengatakan karena lembaga Anda yang meminta,' ujar saya. Namun saya ingatkan tindakan itu akan merusak citra kedua belah pihak. Masyarakat akan marah jika mengetahui di era reformasi sekarang ini masih ada lembaga yang menekan pers. Sementara kredibiltas Metro TV sendiri akan rusak karena dinilai tidak lagi independen. Karena itu saya memilih tetap menayangkan ulangan wawancara dengan Alfredo tersebut.
Dari Timor Leste, muncul dua reaksi. Mendukung dan mencela. Mereka yang mencela bahkan menuduh Kick Andy dibayar mahal oleh Alfredo. Bahkan reporter Metro TV yang biasa meliput ke Timor Leste diancam tidak dijamin keselamatannya. Bagi yang mendukung, memuji keberanian Kick Andy menayangkan suara hati sang pahlawan.
Semua reaksi itu harus dihargai. Masing-masing pihak memiliki perspektif, memiliki sudut pandang, dalam melihat persoalan ini. Pendukung Xanana sangat menyesalkan tampilnya Mayor Alfredo di Kick Andy. Selama ini mereka mengaku menyukai Kick Andy dan merasa Kick Andy adalah teman karena pernah menayangkan wawancara dengan Xanana. Mereka puas atas wawancara tersebut. Jadi sungguh sulit menerima ketika Kick Andy memberi panggung bagi seorang Alfredo untuk tampil.
Apa tujuan wawancara itu? Sekali lagi memang dibutuhkan pemahaman tentang tugas jurnalistik. Semua pers saat itu dan sampai sekarang) memburu Mayor Alfredo. Semua ingin mengungkapkan alasan Alfredo, perwira militer yang memimpin kesatuan elite itu, melakukan pembelotan. Masyarakat tentu ingin mengetahui duduk persoalannya, terutama langsung dari sang pelaku sendiri.
Maka ketika Mayor Afredo menghubungi saya untuk peluang wawancara, tentu saya sambut antusias dan tanpa pretensi. Tidak ada agenda macam-macam. Apalagi sampai ada tuduhan Kick Andy dibayar. Kalaupun saya menolak mengungkapkan tempat wawancara, semata-mata karena komitmen saya kepada Mayor Alfredo. Termasuk perjanjian untuk menayangkan wawancara tersebut setelah dia dalam posisi aman di tempat persembunyian.
Saya sudah terbiasa menerima pujian dan celaan dalam memandu program Kick Andy. Pro dan kontra saya terima sebagai dinamika. Orang-orang yang dulu memuji saat saya mewawancarai Xanana, sebagian kini mencela Kick Andy setelah Alfredo tampil. Padahal dulu saya harus menelan cercaan ketika menghadirkan Xanana. Sebagian masyarakat Indonesia -- terutama keluarga prajurit TNI yang tewas di Timor Timur waktu itu -- menganggap saya tidak sensitif pada perasaan keluarga pahlawan Seroja. Mereka kecewa karena saya menampilkan tokoh pemberontak Xanana yang menyebabkan banyak prajurit Indonesia kehilangan nyawa di Timor Timur.
Sekali lagi, semua itu saya terima dengan lapang dada. Tidak ada yang salah. Semua benar karena melihat dari sudut pandang masing-masing. Kick Andy hanya ingin menyajikan suatu peristiwa, suatu keadaan, dengan cara yang tidak biasa dan tanpa pretensi. Karena itu, Kick Andy lebih tepat ditonton dengan hati. Biarkan hati yang yang mencernanya. Sebab hati biasanya lebih jujur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar